Sampaikanlah pada ibuku Aku pulang terlambat waktu Ku akan menaklukkan malam Dengan jalan pikiranku... Sampaikanlah pada bapakku Aku mencari jalan atas Semua keresahan-keresahan ini Kegelisahan manusia... Berbagi waktu dengan alam Kau akan tahu siapa dirimu yg sebenarnya Hakikat manusia...

Selasa, 20 Maret 2012

GUNUNG PESAGI DENGAN SEGALA KEKAYAAN ALAMYA


            Gunung Pesagi terletak di kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung dengan ketinggian 2127 Mdpl dan merupakan gunung tertinggi di Provinsi Lampung. Gunung Pesagi terletak pada posisi koordinat 04o55’2,6” LS dan 105o08’8,5” BT.  
 

           Seperti kebanyakan hutan di Sumatera, hutan gunung  Pesagi pun kaya akan keanekaragaman hayati.  Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya flora serta fauna yang terdapat di gunung Pesagi. Sepanjang perjalanan sampai menuju puncak gunung Pesagi dapat di jumpai berbagai macam tumbuhan liar seperti rotan, palem hutan, onje atau jahe hutan, tanaman yang biasa menempel di pohon besar dan merupakan sarang bagi cacing sundari serta masih banyak lagi. Gunung Pesagi juga dapat dijumpai pohon – pohon besar khas hutan sumatera salah satunya pohon Rasamala yang juga banyak dijumpai di hutan atau gunung – gunung di Pulau Jawa. Keindahan gunung Pesagi semakin tampak dengan terdapatnya berbagai macam burung berterbangan dengan warna yang indah.

         Menurut masyarakat setempat, di gunung Pesagi juga masih dapat dijumpai harimau Sumatera (Panther Tigris) yang langka. Dari jumlah populasi harimau Sumatera yang hanya menyisakan 400 – 500 ekor , populasi terbanyak terdapat di hutan Lampung. Pada tahun 2001, pada saat pembukaan jalur untuk kejuaraan Kebut Gunung Pesagi , petugas yang sedang membuka jalur untuk kejuaraan tersebut konon menemukan Gorila. Hal ini cukup mengejutkan mengingat populasi Gorila yang cukup sulit ditemukan keberadaannya pada habitat asli justru dapat dijumpai di Gunung Pesagi. Di gunung Pesagi juga dapat dijumpai Monyet dan Orang Utan. Hal ini dibuktikan dengan suaranya yang bersahut – sahutan pada siang hari. Kondisi hutan yang lembab juga menjadi rumah bagi Pacet. Selain karena keindahannya, gunung Pesagi juga terkenal dengan Pacetnya. Bahkan bias dikatakan banyaknya pacet di gunung Pesagi melebihi banyaknya Pacet di gunung Salak. Dan masih banyak lagi flora serta fauna yang belum sempat terdata.

          Kondisi hutan gunung Pesagi terbilang lembab hal ini dikarenakan vegetasi hutan yang sangat lebat dan curah hujan yang tinggi. Kondisi tanah di hutan gunung Pesagi sangat gembur atau tanah gambut. Maka tidak mengherankan jika sering terjadi longsoran karena kondisi tanah yang labil. Hal ini juga berdampak pada jalur pendakian gunung Pesagi. Jika memakai Peta tahun lama seperti tahun 1970-an, maka dapat terlihat secara kasat mata bentuk perubahan – perubahan yang terjadi serta kontur gunung yang banyak berubah. Ditambah lagi dengan adanya gempa tektonik yang terjadi di Liwa pada tahun 1994 dan membawa pengaruh cukup besar pada perubahan – perubahan posisi tanah yang terjadi di gunung Pesagi.


Rute Pendakian dari pekon bahway
04⁰58'0,05" LS 104⁰06'0,45" BT (0030mT:5085mU)

Bahway ialah salah satu jalur resmi yang terdapat pada Gunung Pesagi, terdapat pula  satu jalur non resmi untuk bisa mencapai puncak Gunung Pesagi yaitu jalur yang melalui MIN hujung. Namun perjalanan turun berakhir di pekon Way Pematu. Untuk mencapai puncak gunung Pesagi melalui pekon Bahway dibutuhkan waktu 12 Jam perjalanan pulang pergi waktu normal. Perjalanan mendaki melalui pekon bahway cukup menantang dikarenakan kondisi medan yang cukup terjal dan memakan waktu cukup lama.

Sebelum mencapai pintu rimba atau batas akhir antara kebun penduduk dengan vegetasi hutan, pendaki akan disuguhi panorama alam yang sangat indah dari gunung Pesagi. Selain itu hamparan kebun kopi serta sapaan ramah penduduk setempat membuat rasa lelah hilang dalam sekejap. Memasuki pintu rimba (04⁰56'10,6" LS 104⁰07"6,16" BT atau 0290mT5340mU), pendaki mulai disuguhi lebatnya pohon serta jalur yang mulai menanjak. Menurut masyarakat sekitar, dahulu Pintu Rimba ditandai dengan dua buah pohon yang berdiri sejajar menyerupai sebuah gerbang atau pintu yang menandai batas perkebunan penduduk dengan vegetasi hutan. Namun, saat ini pohon tersebut telah tumbang dengan sendirinya akibat dimakan usia. Terlihat dari kejauhan hamparan pohon seperti baru tumbuh atau masih kecil, sehingga terlihat lahan cukup terbuka seperti bekas ditebang. Namun, hal ini bukan disebabkan penebangan, melainkan akibat kebakaran yang melanda gunung Pesagi yang menghanguskan sebagian pohon pada tahun 1997.

Setelah dua jam perjalanan akan dijumpai lahan yang cukup landai dan luas. Para pendaki menamai lahan tersebut dengan shelter SAR (04⁰55'5,3" LS. 104⁰07'13,8" BT atau 0365mT5395mU). Disinilah biasanya para pendaki beristirahat serta membuka camp. Tidak jauh dari shelter SAR, fisik dan mental pendaki mulai diuji. Jalur ekstrim berupa batu yang licin dengan sudut kemiringan kurang lebih 70o menghadang, sehingga untuk melewatinya dengan cara memanjat. Tidak berhenti sampai disitu. Pendaki akan kembali disuguhi jalur menanjak sampai puncak dengan jurang disebelah kiri dan kanan. Namun, dibalik ketegangan itu semua, pendaki akan disuguhi panorama alam yang luar biasa indah.

Di puncak gunung Pesagi (04⁰55'2,6" LS 104⁰08'8,5" BT atau 0465mT5660mU)   akan dijumpai sebuah Musolah yang cukup terawat serta lima buah shelter yang dapat berfungsi sebagai tempat “ngecamp”.

Jalur Desa Hujung Simpang Luas / Jarur MIN

    Pada jalur ini cenderung lebih landai dan lebih mudah untuk menjangkau puncak Gunung Pesagi. Relatif tidak menemukan pemandangan yang indah di sepanjang jalan waktu tempuh 5 Jam perjalanan standar.
  
Sosial budaya

 Sosial bubaya adalah bagian dari hasil sosialisasi tim terhadap penduduk sekitar Gunung Pesagi. Sosial penduduk terdiri dari mata pencaharian penduduk, kebudayaan dan istiadat, fasilitas yang ada disana, jenis rumah adat, dan aturan adat.

a)    Mata pencaharian


Penduduk desa hujung terdiri dari sekitar 3.000 Kepala Keluarga yang mayoritas beragama Islam dengan komoditas utamanya adalah kopi, dan sayur mayur karena mata pencariannya adalah petani kopi, dan petani sayur mayur. Petani kopi di desa hujung sudah dapat dibilang petani yang lumayan maju, terbukti dengan pemakaian teknologi dalam proses penggilingan kopi. Sebelumnya kebun kopi adalah sawah, namun semenjak tejadinya gempa pada tahun 1998 sawah tersebut berubah menjadi kebun karena siring ( irigasi ) mengalami kerusakan yang parah dan tidak mengalirkan air kembali. Sejak itulah measyarakat desa hujung mulai beralih menjadi petani kopi.


Kopi yang biasanya ditanam oleh masyarakat desa hujung adalah kopi jenis wayit, kopi ini memiliki batang dan kuat. Kopi wayit akan mengalami proses perkawianan sehingga memiliki karakter pohon yang pendek, biasanya masyarakat desa hujung akan menyebutnya dengan sebutan kopi pongka. Selain memiliki karakter pohon kopi yang pendek, kopi pongka juga memiliki kulit kopi yang tipis, oleh karena itu dalam proses penjemuran kopi ini tidak terlalu memakan banyak waktu.

Kopi yang telah dikawinkan membutuhkan waktu selama 3 tahun untuk berhasil dalam panen pertama, selanjutnya kopi akan panen kembali sekitar 1 tahun. Namun, kopi yang tidak diokulasi biasanya akan lebih lama dalam panen pertama, yaitu sekitar 4 tahun. Untuk memedakan kopi yang telah siap panen dengan kopi yang belum siap panen dapat dilihat dari warna biji kopi tersebut. Kopi yang telah siap panen warna kulit biji kopinya berwarna merah, itu menandakan jika kopi tersebut sudah tua dan didalamnya sudah berupa biji.

Penyakit yang biasanya dialami oleh pohon kopi adalah selang yaitu didalam biji kopi tidak ada isinya / kopong. Untuk mencegahnya  biasanya para petani menggunakan obat semprotkan ke batang untuk mencegah matinya ranting. Selain itu petani kopi juga menggunakan obat jenis uradan. Obat ni akan mematikan ulat yang berkembang di dalam tanah yang akan memakan akar dari pohon kopi tersebut. Selain menggunakan obat pembasmi ulat, untuk kesubaran pohon kopi itu sendiri biasanya para penani kopi akan menggunakan pupuk untuk menambah kesuburan pohon kopi, jenis pupuk yang biasa digunakan adah jenis pupuk urea, NPK, dan pupuk organik.  

Kopi yang telah panen biasanya akan dijual ke toke ( pengepul ) masih dalam berupa biji kopi dan belum melaui proses penggilingan. Toke ( pengepul ) akan  menghargai kopi tersebut dengan kisaran harga Rp. 10.000 / kg. Proses  kopi yang lama hingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat membuat harga kopi yang siap untuk konsumsi menjadi mahal yaitu sekitar Rp. 20.000 / kg. Namun, karena banyaknya calo, harga yang di dapat oleh para petani kopi semakin sedikit.

Kopi lampung ( desa hujung ) memiliki warna kopi yang hitam pekat. Selain itu, kopi tersebut masih murni dalam artian tidak ada bahan yang dicampurkan dalam kopi tersebut.

b)    Kebudayaan dan adat istiadat

•    Perkawinan / pernikahan

Desa hujung memiliki adat istiadat dan kebudayaan yang unik. Dalam adat istiadat perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat desa hujung, biasanya orang tua / kaum tua mengadakan perkumpulan sesepuh untuk mencari kesimpulan dalam penggunaan  pemakaian adat. Sedangkan kaum muda / kaum bujang akan bekumpul dan biasanya dalam perkumpulan itu dihidangkan kue yang bernama kakilo. Kue kakilo adalah kue yang biasanya diartikan untuk menandakan bahwa bujang / gadis tersebut sudah dewasa dan siap untuk menikah. Bahan yang dibutuhkan untuk membuat kakilo antara lain tepung beras, gula merah dan kelapa.

•    Kepercayaan

Setiap 1 tahun sekali tepatnya pada tanggal 2 bulan haji ataupun hari pertama namun bulan haji atau hari rabu biasanya masyarakat desa hujung mengadakan acara yang bernama Ruat Bumi / Ngumbai. Ruat Bumi / Ngumbai adalah berkumpulnya orang – orang atau masyarakat desa hujung di kebun pada waktu siang hari. Dalam Ruat Bumi / Ngumbai masyarakat diwajibkan serba putih dalam artian memakai baju yang berwarna putih, serta membawa ayam yang berwarna putih. sajian yang serba putih tersebut akan ditaruh / digantung dipohon yang tinggi yang mengartikan sebuah berkat / rasa syukur para petani. Dengan berkat / rasa syukur itu dapat dipercaya membuat penghasilan seorang petani dapat tercukupi dan tidak hilang secara percuma.

Dalam pelaksanaannya masyarakat akan membaca munakib ( kitab ) dan dilanjutkan dengan membaca yassin. Munakib adalah kitab yang berisikan tentang Syekh Syaman ( nama yang sering disebut dalam kitab ) dalam kitab terbebut ada beberapa kutipan Syekh Syaman yang berbunyi “ siapa yang kira – kira menyebut nama saya sampai tiga kali secara berturut – turut pasti saya akan hadir disitu, terus bilangkan maksud dan tujuan kamu kepada saya, setelah saya tahu saya akan menyampaikan kepada- Nya ”.

Dalam pembuktiannya dikisahkan ada seorang ibu yang ingin melahirkan bayinya namun sang ibu menenukan masalah dalam melahirkan bayinya tersebut. Kemudian, sang ibu mekik ( biasa disebut oleh masyarakat desa hujung yang artinya meminta pertolongan ) dengan memanggil nama Syakh Syaman sebanyak tiga kali, Kemudian Syakh Syaman pun hadir dan membantu sang ibu tersebut dengan izin Allah SWT, setelah itu sang ibu pun dapat melahirkan bayinya dengan mudah dan selamat.

c)    Bangunan Infrastruktur

Bangunan infrastruktur yang terdapat di desa hujung sudah cukup memadai mulai dari pendidikan, kesehatan, tempat ibadah. Di desa ini terdapat fasilitas pendidikan yang langkap, mulai dari TK, MI, MTS, Aliyah. Semua fasilitas pendiikan tersebut sudah terdapat di desa hujung. Namun tidak sedikit anak – anak yang lebih memilih untuk bekerja.

Selain fasilitas pendidikan, desa hujung juga memiliki fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan posyandu. Selain itu didesa hujung juga terdapat fasilitas ibadah seperti Masjid yang bernama Majid Jami Al-Azhar. Fasilitas listrikpun telah masuk dan menjangkau desa hujung sejak 3 ( tiga ) tahun yang lalu.




d)    Rumah


Masyarakat desa hujung menyebut rumah dengan istilah lamban ( diambil dari bahasa melayu yang artinya rumah ). Rumah di desa hujung dibagi menjadi dua, yaitu banjar agung ( rumah yang biasa ditempati ) dan rumah Gedong ( rumah turunan dari orang tua / warisan orang tua ). Rumah gedong itu hanya terdapat dua di desa hujung.

Banjar agung / rumah tinggal dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas digunakan khusus untuk tempat beristirahat, sedangkan bagian bawah digunakan untuk beraktifitas. Dalam pemakaian kayu sebagai bahan pokok pembuatan rumah, masyarakat desa hujung menggunakan kayu kulutum sebagai tiang, dalam pengguanaannya 1 ( satu ) pohon kelutum dapat menghasilkan 5 ( lima ) – 6 ( enam ) kubik kayu. Sedangkan papannya menggunakan kayu meranti. Namun kini kayu meranti sudah langka, dan masyarakat banyak yang menggunakan papan biasa. Untuk membangun rumah, warga biasanya akan membeli tanah terlebih dahulu. Harga tanah ditentukan oleh lokasi dimana tanah itu berada.
Suatu harga tanah di pedalaman berukuran 6 m x 12 m = Rp. 10.000.000,-  ( tahun 2011 )

Namun harga suatu tanah yang lokasinya berada didepan berukuran sama memiliki harga Rp. 30.000.000,-  ( tahun 2011 )
e)    Norma

masyarakat desa hujung memiliki peraturan tentang kawasan desa. Tujuan dibuatnya peraturan tentang kawasan desa adalah untuk khusus keperluan desa tersebut. Jika ada warga yang melanggar / menjual hasil kawasan desa seperti hasil kayu.  Warga tersebut akan dikenakan sanksi berupa mengambil kembali kayu yang telah diambil oleh warga tersebut kemudian mengembalikannya ke desa tersebut.
f)    Flora

Flora  adalah keseluruhan kehidupan jenis tumbuh-tumbuhan suatu habitat, daerah, atau strata geologi tertentu; alam tumbuh-tumbuhan.sedangkan vegetasi adalah sekumpulan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari individu-individu jenis atau kumpulan populasi jenis



g)    Fauna

Fauna  keseluruhan kehidupan hewan suatu habitat, daerah, atau strata geologi tertentu; dunia hewan.

h)    Akses Transportasi

Untuk akses transportasi menuju desa bahway atau pekon bahway dapat di mulai melalui transportasi darat dari pintu Tol Kebon Jeruk Jakarta menggunakan bus menuju ke pelabuhan Merak Banten perjalanan ditempuh selama kurang lebih 3 jam perjalanan, yang dilanjutkan dengan menggunakan transportasi laut sampai di Pelabuhan Bakauheni, dari Pelabuhan Bakauheni selanjutnya menuju Terminal Rajabasa dengan waktu tempuh sekitar 3 jam, setelah Terminal Rajabasa perjalanan dilanjutkan menuju ke liwa (bus krui putra, ranau indah) sekitar 6  jam, setelah sampai diliwa perjalanan dilanjutkan dengan angkutan pedesaan sekitar 1 jam perjalanan, seperti pada angkutan pedesaan lainnya, jika sore hari angkutan pedesaan diliwa sudah tidak beroperasi, jadi pendaki bisa mencarter mobil sampai ke penataran sarhum.


2 komentar: